Rabu, 30 Januari 2019

Tugas Dikotomi Sains Dan Agama


DIKOTOMI SAINS DAN AGAMA









Disusun Oleh :
1.      Avip Yusup Susanto (16532553)
2.      Pandu Tinugroho (16532540)
3.      Ahmad Zackwan (16532566)

PROGRAM STUDI  TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Jl. Budi Utomo No. 10 ponorogo
Tahun 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “DIKOTOMI SAINS DAN AGAMA”.
            Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini sampai selesai.
            Kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk penyusunan makalah yang selanjutnya agar jauh lebih baik dari sebelumnya.
            Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bemanfaat bagi kami khususnya bagi para pembaca.











Ponorogo, 07 Juni 2017


Bab 1
Pengertian Dikotomi
Dikotomi dalam bahasa Inggris adalah dichotomy adalah pembagian dua bagian, pembelahan dua, bercabang dua bagian. Ada juga yang mendefinisikan dikotomi sebagai pembagian di dua kelompok yang saling bertentangan. Secara terminologis, dikotomi dipahami sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi fenomena dikotomik-dikotomik lainnya, seperti dikotomi ulama dan intelektual, dikotomi dalam dunia pendidikan Islam dan bahkan dikotomi dalam diri muslim itu sendiri. Bagi al- Faruqi, dikotomi adalah dulaisme religius dan cultural.
Meskipun dikotomi ini adalah problem kontemporer namun keberadaannya tentu tidak lepas dari proses historisitas yang panjang sehingga bisa muncul sekarang ini. Proses sejarah tersebut diawali perkembangan pertemuan Islam-Arab dengan budaya lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam serta diakhiri dengan pertentangan dua cara berpikir yang cukup berpengaruh dalam pembentukan dikotomi ilmu dalam sejarah peradaban Islam.
Dengan pemaknaan dikotomi di atas, maka dikotomi pendidikan Islam adalah dulaisme sistem pendidikan antara pendidikan agama Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kesadaran keagamaan dan ilmu pengetahuan.Dulaisme ini, bukan hanya pada dataran pemilahan tetapi masuk pada wilayah pemisahan, dalam operasionalnya pemisahan mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama, sekolah umum dan madrasah, yang pengelolaannya memiliki kebijakan masing-masing. Sistem pendidikan yang dikotomik pada pendidikan Islam akan menyebabkan pecahnya peradaban Islam dan akan menafikan peradaban Islam yang kqffah (menyeluruh).











1
Bab 2
ILMU Pengetahuan Sebagai Instrumen Mencapai Tujuan Agama
            Mengutip sebuah kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu lumpuh namun ilmu tanpa agama buta. Kebutaan moral dari ilmu itu mungkin membawa manusia kejurang malapetaka. Jadi dalam kehidupan ini kedua bidang itu tak usah berseberangan, bahkan sebaliknya justru harus melengkapi satu sama lainnya. Ilmu pengetahuan dipelajari guna memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena kehidupan ini, sedangkan agama memberikan kita akan tujuan makna atau arti kehidupan (fenomena) itu. Kemudian, ilmu itu berusaha menganalisa kehidupan memecah-mecah kehidupan jadi berkeping-keping memperdalam suatu masalah kehidupan ini, sedangkan agama memberikan pemahaman tunggal (sintesa) dari keberagaman fenomena yang terpampang didepan kita. Relativitas atau kenisbian ilmu pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
            Semakin disadari bahwa semangat sains juga terus mendampingi sukma agama dalam membebaskan manusia. Andai saja peristiwa pembakaran Giordano Bruno di tiang pancang di pasar bunga Roma pada tahun1600, atau dikeluarkannya undang-undang anti Copernicus pada tahun 1616, serta diadili dan divonisnya Galileo pada 1633, tidak pernah terjadi dalam sejarah, barangkali sains dan agama tidak pernah dipertentangkan dengan keras sebagaimana yang pernah terjadi. Ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya bahwa dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan menggunakan teknologi setiap individu perlu ditanamkan nilai-nilai moral( agama), sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tersebut, tidak bebas nilai atau sekuler.





2
Bab 3
Sains Sebagai ‘’Agama’’ (Pandangan Barat)
              Bagi kalangan barat, agama adalah penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka beranggapan, jika ingin maju maka agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Seorang Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu merupakan zat yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan bahwa setiap pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. sebagai seorang materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya Tuhan dan secara tegas ia ingin memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks, sebenarnya yang dimaksud dengan candu masyarakat merupakan kritik terhadap realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah. Misalnya orang yang sedang kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk mengisi perutnya, bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial
Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang kajian agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam empiris. Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.
Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.








3
Bab 4
Islamisasi Ilmu Pengetahuan

                  Menurut AI-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengIslamkan ilmu pengetahuan moderen dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan sains-sains pasti alam dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan sebagai datumnya, dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan kembali sehingga mengungkapkan relevensi Islam sepanjang ketiga sumbu Tauhid yaitu, kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah.
Tujan Islamisasi ilmu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang boleh membangunkan pemikiran dan pribadi muslim yang akan menambahkan lagi keimanannya kepada Allah. Islamisasi ilmu akan melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman.

Dalam hubungan ini terdapat sejumlah pendekatan yang dapat digunakan yaitu:

1.       Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan, tanpa mempersalahkan aspek ontologism dan epistemlogi ilmu pengetahuan tersebut.
2.       Kedua, islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
3.       Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui penerpan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya.
4.       Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif sendiri melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan.
5.       Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperhatikan perbedaan.
6.       Keenam, Bahwa ilmu pengetahuan berbicara empiris sedangkan agama berbicara yang ghaib.





4
(TAMBAHAN)
Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan, tanpa mempersalahkan aspek ontologism dan epistemlogi ilmu pengetahuan tersebut. Dengan kata lain ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak dipermasalahkan, yang dipermasalahkan adalah orang yang mempergunkannya. Cara ini melihat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan hanya sebagai penerapan etika Islam dalam pemamfaatan ilmu pengetahuan dan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, Islam hanya berlaku sebagai criteria etis diluar struktur ilmu pengetahuan.
Kedua, islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami kedalam konsep ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancangnya. Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini antara lain dianut oleh Naquib Al-Attas, Ziauddin Sardar, Deliar Noer, A.M. dan lain-lainnya.
Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui penerpan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya. Tauhid bukan hanya dipahami secar teo-centris, yaitu mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya serta jauh dari sifat-sifat yang tidak sempurna, melainkan yang melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan mahkluk ciptaan lainnya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semua itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
Selanjutnya ilmu-ilmu alam (sains) yang bertumpu pada kajian ayat-ayat yang ada di jagat raya menggunakan metode kajian ekperimen di laboratorium dengan syarat-syarat dan langkah-langkahnya yang teruji oleh para ahli. Melalui metode eksperimen ini maka dihasilkan ilmu-ilmu alam seperti biologi, fisika, kedokteran, kehewanan, perhutanan, perairan dan ilmu sains lainnya.
Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif sendiri melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinambungan. Dalam praktiknya tidak ada ilmu agama dan ilmu umum disatukan, atau ilmu umum yang diislamkan
5
 lalu diajarkan kepada seseorang. Yang terjadi adalah sejak kecil ke dalam diri seseorang sudah ditanamkan jiwa agama yang kuat, praktik pengalaman tradisi keagamaan dan sebagainya. Setelah ittu kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu agama yang kuat, diajarkan Al-Quran dengan baik dari segi membaca maupun memahami isinya. Selain itu diajarkan pula hubungan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya secara umum. Selanjutnya ia mempelajari berbagai bidang ilmu dan keahlian dengan bidang yang diminatinya.
Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperhatikan perbedaan. Pandangan ini terlihat pada pemikiran Usep Fathuddin. Ia misalnya mengatakan bahwa sejauh saya membaca bahwa semangat Islamisasi itu didasari suatu anggapan tentang keilmuan dan Islam. Agama melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk Tuhan, sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio manusia. Anggapan yang memperbesar jurang pemisah antara sains dan agama yang dikembangkan Barat ini hingga sekarang belum tuntas diatasi oleh para pakar Islam.
Keenam, Bahwa ilmu pengetahuan berbicara empiris sedangkan agama berbicara yang ghaib. Namun demikian, Islamisasi disini mencoba mengaitkan atau menghubungkan yang ghaib dengan ilmu-ilmu atau eksperimen dalam kehidupan nyata. Sehingga ilmu tersebut tidak ada garis pemisah.













6
Bab 5
Penutup
Kesimpulan
Jadi bisa dikatakan ternyata orang dulu hampir tidak mengenal istilah dikotomi ilmu.Karena bagi mereka semua aliran ilmu itu berada dalam satu atap bangunan pemikiran dan bersumber dari Allah, Dzat yang Maha Esa.Tidak ada ilmu yang berdiri sendiri.Semuanya saling terkait, saling melengkapi.Itu mungkin rahasia kenapa orang dulu bisa menghasilkan karya berbobot dan bertahan di pasaran dalam jangka waktu sangat lama, mereka punya otoritas keilmuan interdisipliner.

Penutup
Demikianlah makalah tentang dikotomi dengan berbagai keterbatasan referensi yang ditemui dan keterbatasan kemampuan analisa pemakalah. Tataran konsep dikotomi akan menimbulkan dulaisme pendidikan pada tataran praksis yang pada berikutnya akan menimbulkan keterpurukan hasil dalam pendidikan.






















7


Tidak ada komentar:

Posting Komentar