DIKOTOMI SAINS DAN AGAMA
Disusun Oleh :
1.
Avip Yusup Susanto (16532553)
2.
Pandu Tinugroho (16532540)
3. Ahmad
Zackwan (16532566)
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Jl.
Budi Utomo No. 10 ponorogo
Tahun
2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “DIKOTOMI SAINS DAN AGAMA”.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyusun makalah ini sampai selesai.
Kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan
untuk penyusunan makalah yang selanjutnya agar jauh lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bemanfaat bagi kami
khususnya bagi para pembaca.
Ponorogo, 07 Juni 2017
Bab 1
Pengertian Dikotomi
Dikotomi dalam bahasa Inggris adalah dichotomy
adalah pembagian dua bagian, pembelahan dua, bercabang dua bagian. Ada juga
yang mendefinisikan dikotomi sebagai pembagian di dua kelompok yang saling
bertentangan. Secara terminologis, dikotomi dipahami sebagai pemisahan antara
ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi fenomena dikotomik-dikotomik
lainnya, seperti dikotomi ulama dan intelektual, dikotomi dalam dunia
pendidikan Islam dan bahkan dikotomi dalam diri muslim itu sendiri. Bagi
al- Faruqi, dikotomi adalah dulaisme religius dan cultural.
Meskipun dikotomi ini adalah problem kontemporer
namun keberadaannya tentu tidak lepas dari proses historisitas yang panjang
sehingga bisa muncul sekarang ini. Proses sejarah tersebut diawali perkembangan
pertemuan Islam-Arab dengan budaya lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan
perkembangan lembaga-lembaga pendidikan dalam Islam serta diakhiri dengan
pertentangan dua cara berpikir yang cukup berpengaruh dalam pembentukan
dikotomi ilmu dalam sejarah peradaban Islam.
Dengan pemaknaan dikotomi di atas, maka dikotomi
pendidikan Islam adalah dulaisme sistem pendidikan antara pendidikan agama
Islam dan pendidikan umum yang memisahkan kesadaran keagamaan dan ilmu
pengetahuan.Dulaisme ini, bukan hanya pada dataran pemilahan tetapi masuk pada
wilayah pemisahan, dalam operasionalnya pemisahan mata pelajaran umum dengan
mata pelajaran agama, sekolah umum dan madrasah, yang pengelolaannya memiliki
kebijakan masing-masing. Sistem pendidikan yang dikotomik pada pendidikan Islam
akan menyebabkan pecahnya peradaban Islam dan akan menafikan peradaban Islam
yang kqffah (menyeluruh).
1
Bab 2
ILMU Pengetahuan Sebagai Instrumen Mencapai Tujuan Agama
Mengutip
sebuah kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu lumpuh namun ilmu tanpa
agama buta. Kebutaan moral dari ilmu itu mungkin membawa manusia kejurang
malapetaka. Jadi dalam kehidupan ini kedua bidang itu tak usah berseberangan,
bahkan sebaliknya justru harus melengkapi satu sama lainnya. Ilmu pengetahuan
dipelajari guna memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena kehidupan ini,
sedangkan agama memberikan kita akan tujuan makna atau arti kehidupan
(fenomena) itu. Kemudian, ilmu itu berusaha menganalisa kehidupan memecah-mecah
kehidupan jadi berkeping-keping memperdalam suatu masalah kehidupan ini,
sedangkan agama memberikan pemahaman tunggal (sintesa) dari keberagaman
fenomena yang terpampang didepan kita. Relativitas atau kenisbian ilmu
pengetahuan bermuara kepada filsafat dan relativitas atau kenisbian ilmu
pengatahuan serta filsafat bermuara kepada agama.
Semakin
disadari bahwa semangat sains juga terus mendampingi sukma agama dalam
membebaskan manusia. Andai saja peristiwa pembakaran Giordano Bruno di tiang
pancang di pasar bunga Roma pada tahun1600, atau dikeluarkannya undang-undang
anti Copernicus pada tahun 1616, serta diadili dan divonisnya Galileo pada
1633, tidak pernah terjadi dalam sejarah, barangkali sains dan agama tidak
pernah dipertentangkan dengan keras sebagaimana yang pernah terjadi. Ilmu dan
teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.
Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam setiap proses
pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia
seluruhnya. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu dilakukan suatu upaya
bahwa dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan menggunakan teknologi setiap
individu perlu ditanamkan nilai-nilai moral( agama), sehingga ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tersebut, tidak
bebas nilai atau sekuler.
2
Bab 3
Sains Sebagai ‘’Agama’’ (Pandangan Barat)
Bagi kalangan barat, agama adalah
penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka beranggapan, jika ingin maju maka
agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Seorang
Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu merupakan zat
yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan bahwa
setiap pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia. sebagai seorang materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya
Tuhan dan secara tegas ia ingin memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks,
sebenarnya yang dimaksud dengan candu masyarakat merupakan kritik terhadap
realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah. Misalnya orang yang sedang
kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk mengisi perutnya,
bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang
kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial
Dalam pandangan
saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang kajian agama
adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam
empiris. Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.
Dari segi
tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan
bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi
sebagai sarana mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia,
menurut agama adalah persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.
3
Bab 4
Islamisasi
Ilmu Pengetahuan
Menurut
AI-Faruqi Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengIslamkan ilmu pengetahuan
moderen dengan cara menyusun dan membangun ulang sains
sastra, dan sains-sains pasti alam
dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap
disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam
dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan sebagai datumnya,
dan problem-problemnya. Seluruh disiplin harus dituangkan kembali sehingga
mengungkapkan relevensi Islam sepanjang ketiga sumbu Tauhid yaitu, kesatuan
pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah.
Tujan Islamisasi ilmu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam
dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
Islamisasi ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang boleh
membangunkan pemikiran dan pribadi muslim yang akan menambahkan lagi
keimanannya kepada Allah. Islamisasi ilmu akan melahirkan keamanan, kebaikan,
keadilan, dan kekuatan iman.
Dalam hubungan ini terdapat sejumlah pendekatan yang dapat
digunakan yaitu:
1.
Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara menjadikan Islam sebagai
landasan penggunaan ilmu pengetahuan, tanpa mempersalahkan aspek ontologism dan
epistemlogi ilmu pengetahuan tersebut.
2.
Kedua, islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dengan
cara memasukkan nilai-nilai islami kedalam konsep ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut.
3.
Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui
penerpan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya.
4.
Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula dilakukan melalui inisiatif
sendiri melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan
berkesinambungan.
5.
Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat dilakukan dengan cara
melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah
memperhatikan perbedaan.
6.
Keenam, Bahwa ilmu pengetahuan berbicara empiris sedangkan agama berbicara
yang ghaib.
4
(TAMBAHAN)
Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara
menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan, tanpa
mempersalahkan aspek ontologism dan epistemlogi ilmu pengetahuan tersebut.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan dan teknologinya tidak dipermasalahkan, yang
dipermasalahkan adalah orang yang mempergunkannya. Cara ini melihat bahwa
Islamisasi ilmu pengetahuan hanya sebagai penerapan etika Islam dalam
pemamfaatan ilmu pengetahuan dan kriteria pemilihan suatu jenis ilmu
pengetahuan yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain, Islam hanya berlaku
sebagai criteria etis diluar struktur ilmu pengetahuan.
Kedua, islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai islami kedalam konsep ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah ilmu pengetahuan
tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh
orang yang merancangnya. Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri. Gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini antara lain
dianut oleh Naquib Al-Attas, Ziauddin Sardar, Deliar Noer, A.M. dan
lain-lainnya.
Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi
dilakukan melalui penerpan konsep tauhid dalam arti seluas-luasnya. Tauhid
bukan hanya dipahami secar teo-centris, yaitu mempercayai dan meyakini adanya
Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya serta jauh dari
sifat-sifat yang tidak sempurna, melainkan yang melihat bahwa antara manusia
dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan mahkluk ciptaan
lainnya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling
mempengaruhi, dan semua itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran
Tuhan.
Selanjutnya ilmu-ilmu alam (sains) yang
bertumpu pada kajian ayat-ayat yang ada di jagat raya menggunakan metode kajian
ekperimen di laboratorium dengan syarat-syarat dan langkah-langkahnya yang
teruji oleh para ahli. Melalui metode eksperimen ini maka dihasilkan ilmu-ilmu
alam seperti biologi, fisika, kedokteran, kehewanan, perhutanan, perairan dan
ilmu sains lainnya.
Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan dapat pula
dilakukan melalui inisiatif sendiri melalui proses pendidikan yang diberikan
secara berjenjang dan berkesinambungan. Dalam praktiknya tidak ada ilmu agama
dan ilmu umum disatukan, atau ilmu umum yang diislamkan
5
lalu
diajarkan kepada seseorang. Yang terjadi adalah sejak kecil ke dalam diri
seseorang sudah ditanamkan jiwa agama yang kuat, praktik pengalaman tradisi
keagamaan dan sebagainya. Setelah ittu kepadanya diajarkan dasar-dasar ilmu
agama yang kuat, diajarkan Al-Quran dengan baik dari segi membaca maupun
memahami isinya. Selain itu diajarkan pula hubungan antara satu ilmu dengan
ilmu lainnya secara umum. Selanjutnya ia mempelajari berbagai bidang ilmu dan
keahlian dengan bidang yang diminatinya.
Kelima, Islamisasi ilmu pengetahuan juga dapat
dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu
yang seolah-olah memperhatikan perbedaan. Pandangan ini terlihat pada pemikiran
Usep Fathuddin. Ia misalnya mengatakan bahwa sejauh saya membaca bahwa semangat
Islamisasi itu didasari suatu anggapan tentang keilmuan dan Islam. Agama
melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk Tuhan, sedangkan sains
melalui eksperimen dan rasio manusia. Anggapan yang memperbesar jurang pemisah
antara sains dan agama yang dikembangkan Barat ini hingga sekarang belum tuntas
diatasi oleh para pakar Islam.
Keenam, Bahwa ilmu pengetahuan berbicara empiris
sedangkan agama berbicara yang ghaib. Namun demikian, Islamisasi disini mencoba
mengaitkan atau menghubungkan yang ghaib dengan ilmu-ilmu atau eksperimen dalam
kehidupan nyata. Sehingga ilmu tersebut tidak ada garis pemisah.
6
Bab
5
Penutup
Kesimpulan
Jadi bisa dikatakan
ternyata orang dulu hampir tidak mengenal istilah dikotomi ilmu.Karena bagi
mereka semua aliran ilmu itu berada dalam satu atap bangunan pemikiran dan
bersumber dari Allah, Dzat yang Maha Esa.Tidak ada ilmu yang berdiri
sendiri.Semuanya saling terkait, saling melengkapi.Itu mungkin rahasia kenapa
orang dulu bisa menghasilkan karya berbobot dan bertahan di pasaran dalam
jangka waktu sangat lama, mereka punya otoritas keilmuan interdisipliner.
Penutup
Demikianlah makalah
tentang dikotomi dengan berbagai keterbatasan referensi yang ditemui dan
keterbatasan kemampuan analisa pemakalah. Tataran konsep dikotomi akan
menimbulkan dulaisme pendidikan pada tataran praksis yang pada berikutnya akan
menimbulkan keterpurukan hasil dalam pendidikan.
7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar