MAKALAH MENGENAI BAB “HAJI”
Disusun Oleh :
PANDU
TINUGROHO
NIM : 16532540
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Jl
Budi Utomo no. 10 ponorogo
Tahun
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul MAKALAH
MENGENAI BAB “HAJI”.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam menyusun makalah ini sampai selesai.
Kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan
untuk penyusunan makalah yang selanjutnya agar jauh lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bemanfaat bagi kami
khususnya bagi para pembaca.
Ponorogo,
15 April 2017
Pandu Tinugroho
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar
Isi...................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masalah........................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................. 2
C. Maksud
dan Tujuan................................................................................ 2
Bab II
Pembahasan
A.
Pengertian Haji........................................................................................ 2
B. Hukum
Ibadah Haji................................................................................. 3
C.
Syarat Wajib Haji.................................................................................... 3
D. Rukun
dan Wajib Haji............................................................................. 3
E. Sunah
Haji............................................................................................... 4
F.
Sejarah Haji............................................................................................. 5
G. Haji
Mabrur............................................................................................. 7
H.
Hikmah Haji............................................................................................ 10
Bab III
Penutup
Kesimpulan.................................................................................................. 17
Referensi...................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Orang-orang
Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari
nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi,
bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, wukuf, dan melontar
jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat
yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah
dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara’
(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan sunnah rasul.
Latar belakang
ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh
nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid).
Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat
sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa’i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah
(daerah agak tinggi di sekitar Ka’bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid
Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi
Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di
Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa
di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia. Setiap
jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya.
Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana hadis berikut yang
artinya: Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW
dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji dan
umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah
ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk
haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul
sampai dengan selesai dari nahar.
1
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian hakekat haji
2. sejarah
haji
3. Cara
mencapai haji mabrur
4. hikmah
haji dalam berbagai aspek
C.
Maksud dan Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian ibadah haji.
2. Untuk mengetahui
sejarah haji.
3. Untuk mengetahui tata
cara haji mabrur.
4. Mengetahui hikmah haji dalam
berbagai aspek.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HAJI
وَلِلَّهِ
عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ .... ٩٧
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.” (Ali-Imran: 97)
Artinya: Dari Ibnu Abbas telah
bersabda Nabi SAW hendaklah kamu bersegera mengerjakan haji, maka sesungguhnya
seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya. (HR.
Ahmad)
Kata Haji berasal dari bahasa
arab dan mempunyai arti secara bahasa dan istilah. Dari segi
bahasa haji berarti menyengaja, dari segi syar’i haji
berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang
meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi perintah
Allah SWT dan mengharap keridlaan-Nya dalam masa yang tertentu.
2
B. HUKUM IBADAH HAJI
Mengenai hukum
Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu.
Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita “nazar”
yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian
untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah
menunaikan haji wajib.
Haji merupakan rukun Islam yang
ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur
Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun
ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
C. SYARAT WAJIB
HAJI
Syarat
wajibnya haji (criteria orang wajib haji) itu ada 7 perkara, demikian pula
menurut sebagian keterangan, yaitu:
1)
Islam,tidak sah haji selain orang islam
2)
Baligh (sudah dewasa), tidak wajib bagi anak-anak
3)
Berakal sehat,tidak wajib bagi orang gila atau
orang bodoh
4)
Merdeka,bukan hamba sahaya
5) Istitha’ah
(mampu),orang yang belum mampu / tidak mampu tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji
D. RUKUN DAN
WAJIB HAJI
1. Rukun Haji
Ø Ihram yaitu berpakaian ihram,berniat untuk memulai mengerjakan rangkaian
ibadah haji.
Ø Wukuf (hadir) di Padang Arafah mulai
dari tergelincir matahari (waktu dzuhur) tanggal 9 dzulhijjah sampai
terbit fajar tanggal 10 dzulhijjah (bulan haji).Orang yang sedang
melaksanakan haji wajib berada di padang arafah tersebut.
Ø Thawaf, thawaf untuk haji
(tawaf ifadhah),yakni mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali dengan posisi
ka’bah berada di sebelah kiri orang thowaf,dan di mulai dari hajar aswad.
وَلۡيَطَّوَّفُواْ
بِٱلۡبَيۡتِ ٱلۡعَتِيقِ ٢٩
“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua
itu (Baitullah)” (Al-Hajj: 29) 3
Ø Sa’i yaitu
lari-lari kecil antara shafa dan marwah di mulai dari bukit shafa dan di sudahi
di bukit marwah,dilakukan sebanyak 7 kali.
Artinya:
Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah, aku (Nabi)
mulai dengan apa yang dimulai dengan Allah. (Al-Hadits)
Ø Tahallul; artinya mencukur atau
menggunting rambut sedikitnya 3 helai untuk kepentingan ihram
لَّقَدۡ
صَدَقَ ٱللَّهُ رَسُولَهُ ٱلرُّءۡيَا بِٱلۡحَقِّۖ لَتَدۡخُلُنَّ ٱلۡمَسۡجِدَ
ٱلۡحَرَامَ إِن شَآءَ ٱللَّهُ ءَامِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمۡ
وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَۖ ٢٧
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran
mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki
Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala
dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. (Al-Fath: 27)
Ø Tertib yaitu berurutan ( maksudnya antara rukun yang satu
dengan yang lainnya dikerjakan secara berurutan ).
2. Wajib Haji
Ø Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai
dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya
ibadah haji.
ٱلۡحَجُّ
أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚبِ ١٩٧
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang ditentukan” (Al-Baqarah: 197)
Ø Bermalam di
Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah.
Ø Bermalam
di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13
Dzulhijjah).
Ø Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali
dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9
Dzulhijjah dan setelah wukuf.
Ø Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu
jumrah Ula, Wustha dan ‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah
dan melemparkannya tujuh kali tiap-tiap jumrah.
Ø Meninggalkan segala sesuatu yang
diharamkan karena ihram.
E. SUNAH HAJI
Ø Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji
terlebih dahulu baru mengerjakan atas ‘umrah.
4
Ø Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika
Allahumma Labbaik Laa Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka
Laa Syarika Laka”.
Ø Tawaf Qudum, yaitu tawaf yang dilakukan ketika permulaan
datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.
Ø Shalat sunat ihram 2 raka’at sesudah
selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
Ø Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
Ø Thawaf wada’, yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai
ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
Ø Berpakaian ihram dan serba putih.
Ø Berhenti di Mesjid Haram pada tanggal 10
Dzulhijjah.
F. SEJARAH HAJI
Sejarah Haji dalam Islam bermula
dari ribuan tahun yang lalu. Pada masa Nabi Ibrahim AS (1861 – 1686 SM), yang
merupakan keturunan Sam Bin Nuh AS (3900 – 2900 SM). Literatur-literatur yang
ada dalam khasanah Islam menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS lahir di Ur-Kasdim,
sebuah kota penting di Mesopotamia, selanjutnya Nabi Ibrahim tinggal di sebuah
lembah di negeri Syam.
Ketika sudah memasuki
usia senja, Nabi Ibrahim belum juga dikaruniai keturunan. Sang istri (Sarah)
sangat sedih melihat keadaan ini dan meminta Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar.
dari Hajar inilah Allah mengkaruniai Ibrahim seorang anak bernama Ismail. Dan
Sarah tidak mampu memendam rasa pilunya karena tidak mendapatkan keturunan
sepanjang perkawinannya dengan Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS kemudian mengadukan
permasalahannya kepada Allah. Lalu Allah perintahkan Nabi Ibrahim membawa
Ismail bersama Hajar untuk menjauh dari Sarah. Nabi Ibrahimpun bertanya : “Yaa
Allah, kemana aku harus membawa keluargaku ?”
Allah berfirman : “Bawalah ke tanah Haram-Ku dan
pengawasan-Ku, yang merupakan daratan pertama Aku ciptakan di permukaan bumi
yaitu Mekkah.”
Lalu malaikat Jibril AS turun kebumi membawa kendaraan cepat. Kemudian
Jibril membawa Hajar, Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali Nabi Ibrahim AS
melewati suatu tempat yang memiliki ladang kurma yang subur, ia selalu meminta
Jibril untuk berhenti sejenak. Tetapi Jibril selalu menjawab, “teruskan lagi”
dan “teruskan lagi”. Sehingga akhirnya sampailah di Mekkah dan Jibril mereka di
posisi Ka’bah, dibawah sebuah pohon yang cukup melindungi Hajar dan anaknya
Ismail dari terik matahari. 5
Selanjutnya Nabi Ibrahim AS bermaksud pulang
kembali ke negeri Syam menemui Sarah istri pertamanya. Hajar merasa sedih
karena akan ditinggalkan oleh suami tercintanya. “Mengapa menempatkan kami
disini. Tempat yang sunyi dari manusia , hanya gurun pasir, tiada air dan tiada
tumbuh-tumbuhan ?” tanya Hajar sambil memeluk erat bayinya, Ismail.
Ibrahim menjawab: “Sesungguhnya Allah yang
memerintahkanku menempatkan kalian di sini”.
Lalu Ibrahim beranjak pergi meninggalkan mereka.
Sehingga sampai di bukit Kuday yang mempunyai lembah, Ibrahim berhenti sejenak
dan melihat kepada keluarga yang ditinggalkannya. Dia lalu berdoa, seperti yang
diabadikan dalam Al Qur’an. Allah berfirman mengulangi doa Nabi Ibrahim AS : ” Yaa
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati. Yaa Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat.
Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah
mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS
Ibrahim : 37)
Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, tinggallah Hajar
bersama bayinya Ismail. Ketika sinar matahari mulai menyengat, bayi Ismail
menangis kahausan. hajarpun panik mencari air. naluri keibuannya berusaha gigih
mencari air. Awalnya hajar naik ke bukit Shafa, tetapi tidak menemukan air.
Lalu ia pergi lagi ke bukit Marwa dan disanapun tidak menemukan air. Hajar
mulai panik dan putus asa sehingga tidak menyadari bahwa telah tujuh kali
berlali bolak balik antara bukit Shafa dan Marwa. Namun ia tetap tidak
menemukan air diantara dua tempat tersebut.
Akhirnya dari bukit Marwa, hajar melihat ke
arah Ismail. Dia heran, bayinya tiba-tiba berhenti menangis. Hajarpun melihat
air mengalir dari bawah kaki Ismail. Hajar berlari dengan girang ke arah tempat
bayinya. Dia berusaha menggali pasir, membendung air yang mengalir tersebut
sambil melafazkan kalimat “ZAM … ZAM” (menampung). Sejak saat itu hingga
sekarang, mata air tersebut dikenal di seluruh penjuru dunia sebagai sumur Zam
Zam.
Berselang beberapa waktu kemudian, lewatlah
kabilah Jurhum di sekitar tempat itu. Ketika berada di bukit Arofah, mereka
melihat kerumunan burung-burung beterbangan di atas udara. Mereka yakin disana
pasti ada sumber air. Mereka segera mendekati tempat tersebut.
Setelah sampai, mereka terkesima melihat seorang
wanita bersama bayinya duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala
suku Jurhum bertanya kepada Hajar : “Siapakah anda dan siapakah bayi mungil
yang ada dalam gendongan anda itu ?” Hajar menjawab : ” Saya adalah
ibu dari bayi ini. Ia anak kandung dari Ibrahin AS yang diperintahkan oleh
Tuhannya menempatkan kami di wadi ini.” Lalu kepala suku Jurhum meminta
izin tinggal berseberangan dengannya. Hajar menjawab : ” Tunggulah sampai
Ibrahim datang. Saya akan meminta izin kepadanya“.
Tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang
melihat kondisi anak dan istrinya. Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar
Kabilah Jurhum bisa menjadi tetangganya. Nabi Ibrahimpun memberi izin dan
Kabilah Jurhum menjadi tetangga Hajar dan Ismail di tempat itu. Pada kesempatan
berziarah selanjutnya, Ibrahim menyaksikan tempat itu sudah ramai oleh
keturunan bangsa Jurhum dan Nabi Ibrahim merasa senang melihat perkembangan
itu. 6
Hajar hidup rukun dengan bangsa Jurhum hingga Ismail
mencapai usia remaja. Selanjutnya Allah SWT memerintahkan kepadaIbrahim untuk
membangun Ka’bah pada posisi Qubah yang telah Allah turunkan kepada nabi Adam
AS. Tetapi Nabi Ibrahim tidak mengetahui posisi Qubah itu, karena Qubah
tersebut telah diangkat lagi oleh Allah ketika terjadi peristiwa banjir besar
di bumi pada masa Nabi Nuh AS. Kemudian Allah mengutus Jibril untuk menunjukkan
kepada Ibrahim posisi Ka’bah. Kemudian Jibril datang membawa beberapa bagian
Ka’bah dari surga. Dan pemuda Ismail membantu ayahandanya mengangkat batu-batu
dari bukit.
Kemudian Nabi Ibrahin dan Ismail bekerja
membangun Ka’bah sampai ketinggian 7 hasta. Jibril lalu menunjukkan kepada
mereka posisi Hajar aswad. Kemudian Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad pada
posisinya semula. lalu Ibrahim membuatkan 2 pintu ka’bah. Pintu pertama terbuka
ke timur dan pintu kedua terbuka ke barat.
Ketika selesai pembangunan Ka’bah, Nabi Ibrahim
dan Ismail melakukan ibadah haji. Pada tanggal 8 Dzulhijjah Jibril turun
menemui dan menyampaikan pesan kepada Ibrahim. Jibril meminta Nabi
Ibrahim mendistribusikan air zam zam ke beberapa tempat seperti Mina dan
Arafah. Maka hari itu disebut dengan dengan hari “Tarwiyyah” (pendistribusian
air). Setelah selesai pembangunan Baitullah dan pendistribusian air tersebut,
maka Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah yang tercantum dalam Al Qur’an :
” Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa :
” Yaa Tuhanku. jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah
riski dari buah-buahankepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada
Allah dan hari kemdian. Allah berfirman : ” Dan kepada orang yang kafirpun aku
beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan
itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al Baqarah : 126)
Sejak itu,kaum Muslimin melaksanakan ritual
haji untuk berziarah ke Ka’bah setiap tahun. Ini mengikuti risalah Nabi Ibrahim
as dan Nabi Ismail as, serta risalah para Nabi dan Rosul setelah keduanya.
G. HAJI MABRUR
Makna ‘Haji
Mabrur’
Ulama berbeda pendapat dalam memaknai haji mabrur. Sebagian
berpendapat bahwa ia adalah amalan haji yang diterima di sisi Allah, dan
sebagiannya lagi berpendapat yaitu haji yang buahnya tampak pada pelakunya
dengan indikasi keadaannya setelah berhaji jauh lebih baik sebelum ia berhaji. (lihat
Fathul Allam oleh Shiddiq Hasan Khan 1/594). Salah seorang Ulama Hadis Al
Hafidh Ibn Hajar al’ Asqalani dalam kitab Fathul Baarii, syarah Bukhori Muslim
menjelaskan: “Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh
Allah
Subhanahu waTa’ala
.” 7
Pendapat
lain yang saling menguatkan dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam syarah Muslim:
“Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang
diterima Allah Subhanahu waTa’ala , yang tidak ada riyanya, tidak ada sum’ah
tidak rafats dan tidak fusuq.”
Selanjutnya
oleh Abu Bakar Jabir al Jazaari dalam kitab, Minhajul Muslimin mengungkapkan
bahwa: “Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan
amal shaleh dan kebajikan-kebajikan.” Berdasarkan rumusan yang diberikan oleh
para Ulama di atas tentang pengertian haji mabrur ini, maka dapat kita
simpulkan bahwa haji mabrur adalah haji yang dapat disempurnakan segala
hukum-hukum berdasarkan perintah Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
waSallam . Sebuah predikat haji yang tidak mendatangkan perasaan riya’ bersih
dari dosa senantiasa dibarengi dengan peningkatan amal-amal shalih, tidak ingin
disanjung dan tidak melakukan perbuatan keji dan merusak.
Makna di
atas saling berdekatan, dan untuk mencapai kemabruran haji tentu tidak dapat
terlepas dari makna diatas. Dengan demikian Al-Allamah Al-Munâwi berkata ketika
menjelaskan makna ‘haji mabrur’ : ‘Maknanya adalah haji yang diterima, yaitu
haji yang tidak tercampur dengan dosa apapun, dan diantara indikasi diterimanya
adalah ia kembali melakukan kebaikan yang pernah ia lakukan dan ia tidak
kembali melakukan kemaksiyatan.’ (Faidhul Qadîr oleh Al-Allamah Al-Munâwi
3/520)
Syarat-syarat
Haji Mabrur
Untuk meraih
predikat haji mabrur, maka mesti terkumpul di dalamnya hal-hal berikut:
1. Hendaknya
haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash karena Allah, bahwa motivasinya
dalam berhaji tidak lain hanya karena mencari ridha Allah dan bertaqarrub
kepada-Nya. Ia berhaji bukan karena riya’ dan sum’ah, dan bukan pula karena
ingin di gelar dengan sebutan haji. Ia berhaji semata-mata mencari keridhaan
Allah.
2. Haji yang
ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
Maksudnya dalam melakukan pro-ses ibadah haji, manusia dengan segenap
kemampuannya mengikuti cara yang dicontohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
3. Harta
yang ia pakai untuk berhaji adalah harta yang mubah bukan yang haram. Bukan
diperoleh dari hasil transaksi riba, tipuan, judi dan bentuk-bentuk lainnya
yang diharamkan. Tapi, didapat dari usaha halal.
4. Hendaknya
ia menjauhi rafats (menge-luarkan perkataan yang menimbulkan
birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman:
ﻓَﻤَﻦ
ﻓَﺮَﺽَ ﻓِﻴﻬِﻦَّ ﺍﻟْﺤَﺞَّ ﻓَﻼَ ﺭَﻓَﺚَ ﻭَﻻَ ﻓُﺴُﻮﻕَ ﻭَﻻَ ﺟِﺪَﺍﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺞِّ 8
Artinya: ‘
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka
tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197).
(Lihat Syarh
Riyâdus Shâlihin oleh Syaikh Ibnu Utsaimin 3/113).
Tanda Haji
Mabrur
Sebenarnya yang mempunyai hak menilai kemabruran haji
seseorang hanyalah Allah Ta’ala. Dan sebagai manusia kita hanya bisa menilai
mabrur tidaknya haji dari pandangan manusia saja. Ada beberapa tanda haji
mabrur menurut para Ulama Islam berdasarkan akan keterangan serta nash
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berikut beberapa tanda ciri haji mabrur tersebut :
1. Segala
amalan ibadah haji dilakukan dan berdasarkan atas keikhlasan mendapatkan
keridhoan Allah
Ta’ala dan juga dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat
Islam. Dalam melaksanakan ibadah haji ini kita harus benar-benar meluruskan
niatan hati kita ikhlas karena Allah, bukan karena kita naik haji karena
gengsi, untuk status sosial atau niat keliru lainnya untuk mendapatkan
pandangan masyarakat saja. Inilah salah satu ciri haji yang mabrur.
2. Harta
yang digunakan dalam melaksanakan haji tersebut adalah dari hasil harta yang
halal. Karena
sesuatu yang baik dalam hal apa pun akan menghasilkan hasil
yang baik bila hal tersebut juga berasal dari yang baik. Untuk itu bila kita
memang menginginkan pergi haji dan melaksanakan ibadah haji maka kita juga
harus bisa memastikan harta yang dipakai kita adalah halal agar bisa bisa
nantinya mendapatkan haji yang mabrur.
3.
Melaksanakan serangkaian ibadah haji yang telah dituntunkan dan ditambah serta
dipenuhi dengan
amalan-amalan ibadah lainnya yang menyertainya seperti halnya
memperbanyak dzikir di Masjidil Haram, memperbanyak sedekah di kala haji dan
berkata-kata yang baik. Point pentingnya adalah dengan banyak melakukan
kebaikan di dalam melaksanakan haji tersebut. Di antara amalan khusus yang
disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik
selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud
haji mabrur, maka beliau menjawab :”Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR.
Al-Baihaqi 2/413 (no. 10693). 9
4. Tidak
melakukan perbuatan maksiat khususnya dalam melaksanakan ihram. Larangan
berbuat
maksiat ini memang dalam setiap tindakan kita dalam kehidupan
sehari-hari, tidak hanya saat sedang melaksanakan haji, maka meninggalkan
perbuatan-perbuatan maksiat adalah salah satu cara dan tips agar haji kita
memperoleh kemabruran. Hal-hal yang termasuk dilarang dalam ihram dan haji
adalah rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji. Pengertian
rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di
dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan
sendiri selama ihram. Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun
bentuknya. Dalilnya adalah salah satunya hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam yaitu :”Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq,
ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim (1350).
5. Kebaikan
dan amal sholehnya meningkat setelah selesai melaksanakan ibadah haji dan tiba
di tanah
air. Salah satu tanda
diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk
melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah
beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah
tidak menerima amalannya. Sama halnya dengan diterima amalan ibadah puasa
ramadhan maka bila sebelas bulan berikutnya amalan ibadah kita meningkat maka
itu adalah salah satu tanda ibadah puasa Ramadhan kita diterimaNya. Sehingga
tentunya kita lebih memahami bahwasannya setelah melaksanakan ibadah haji maka amalan
ibadahnya akan semakin baik, banyak bertaubat setelah haji, berubah menjadi
lebih baik baik dalam ibadahnya kepada Allah dan juga hubungannya antara sesama
manusia, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih
mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu
tanda haji mabrur .
H.HIKMAH HAJI
Diantara Asmaul Husna yang dimiliki Allah Subhanahu wa Ta’ala
adalah Al-Hakim yang bermakna : “Yang menetapkan Hukum, atau Yang mempunyai
sifat Hikmah, di mana Allah tidak berkata dan bertindak dengan sia-sia. Oleh
karena itulah semua syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai kebaikan yang
besar dan manfaat yang banyak bagi hamba-Nya di dunia seperti kebagusan hati,
ketenangan jiwa dan kebaikan keadaan. Juga akibat yang baik dan kemenangan yang
besar di kampung kenikmatan (akhirat) dengan melihat wajah-Nya dan mendapatkan
ridha-Nya. 10
Demikian
pula haji, sebuah ibadah tahunan yang besar yang Allah syari’atkan bagi para
hamba-Nya, mempunyai berbagai manfaat yang besar dan tujuan yang besar pula,
yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Dan diantara hikmah ibadah haji ini
adalah.
1.
Mengikhlaskan Seluruh Ibadah
Beribadah semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menghadapkan hati kepada-Nya dengan keyakinan bahwa tidak ada yang diibadahi
dengan haq, kecuali Dia dan bahwa Dia adalah satu-satunya pemilik nama-nama
yang indah dan sifat-sifat yang mulia. Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada
yang menyerupai-Nya dan tidak ada tandingan-Nya.
Dan hal ini
telah diisyaratkan dalam firman-Nya.
ﻭَﺇِﺫْ ﺑَﻮَّﺃْﻧَﺎ
ﻟِﺈِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻣَﻜَﺎﻥَ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﻲ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻭَﻃَﻬِّﺮْ ﺑَﻴْﺘِﻲَ
ﻟِﻠﻄَّﺎﺋِﻔِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟْﻘَﺎﺋِﻤِﻴﻦَ ﻭَﺍﻟﺮُّﻛَّﻊِ ﺍﻟﺴُّﺠُﻮﺩِ
“Dan
ingatlah ketika Kami menempatkan tempat Baitullah untuk Ibrahim dengan
menyatakan ; “Janganlah engkau menyekutukan Aku dengan apapun dan sucikan
rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, beribadah, ruku dan sujud”
[al-Hajj/22: 26]
Mensucikan
rumah-Nya di dalam hal ini adalah dengan cara beribadah semata-mata kepada
Allah di dekat rumah-Nya (Ka’bah) yang mulia, mebersihkan sekitar Ka’bah dari
berhala-berhala, patung-patung, najis-najis yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
haramkan serta dari segala hal yang mengganggu orang-orang yang sedang menjalankan
haji atau umrah atau hal-hal lain yang menyibukkan (melalaikan, -pent) dari
tujuan mereka.
2. Mendapat
Ampunan Dosa-Dosa Dan Balasan Jannah
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ
ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍَﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗَﺎﻝَ : ﺍَﻟْﻌُﻤْﺮَﺓُ ﺇِﻟَﻰ
ﺍَﻟْﻌُﻤْﺮَﺓِ ﻛَﻔَّﺎﺭَﺓٌ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ , ﻭَﺍﻟْﺤَﺞُّ ﺍَﻟْﻤَﺒْﺮُﻭﺭُ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻪُ
ﺟَﺰَﺍﺀٌ ﺇِﻟَّﺎ ﺍَﻟْﺠَﻨَّﺔَ
“Dari Abu
Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu umrah sampai
umrah yang lain adalah sebagai penghapus dosa antara keduanya dan tidak ada
balasan bagi haji mabrur kecuali jannah” [HR Bukhari dan Muslim, Bahjatun
Nanzhirin no. 1275]
ﻣَﻦْ ﺣَﺞَّ ﻟِﻠَّﻪ
ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺮْﻓُﺚْ ﻭَ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﺴُﻖْ ﺭَﺟَﻊَ ﻛَﻴَﻮْﻡٍ ﻭَﻟَﺪَﺗْﻪُ ﺃُﻣُّﻪُ
“Abu
Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda bahwa barang siapa berhaji ke Baitullah ini karena Allah,
tidak melakukan rafats dan fusuuq, niscaya ia kembali seperti hari ia
dilahirkan oleh ibunya” [HR Bukhari]
Rafats :
jima’ ; pendahuluannya dan ucapan kotor, Fusuuq : kemaksiatan
11
Sesungguhnya
barangsiapa mendatangi Ka’bah, kemudian menunaikan haji atau umrah dengan baik,
tanpa rafats dan fusuuq serta dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosanya dan
menuliskan jannah baginya. Dan hal inilah yang didambakan oleh setiap mu’min
dan mu’minah yaitu meraih keberuntungan berupa jannah dan selamat dari neraka.
3. Menyambut
Seruan Nabi Ibrahima Alaihissalam
ﻭَﺃَﺫِّﻥْ ﻓِﻲ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻳَﺄْﺗُﻮﻙَ ﺭِﺟَﺎﻟًﺎ ﻭَﻋَﻠَﻰٰ ﻛُﻞِّ ﺿَﺎﻣِﺮٍ ﻳَﺄْﺗِﻴﻦَ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ
ﻓَﺞٍّ ﻋَﻤِﻴﻖٍ
“Dan serulah
manusia untuk berhaji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki
dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang
jauh”[al-Hajj/22: 27]
Nabi Ibrahim
Alaihissalam telah menyerukan (agar berhaji) kepada manusia. Dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki (untuk bisa)
mendengar seruan Nabi Ibrahim Alaihissalam tersebut dan menyambutnya. Hal itu
berlangsung semenjak zaman Nabi Ibrahim hingga sekarang.
4.
Menyaksikan Berbagai Manfaat Bagi Kaum Muslimin
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ﻟِﻴَﺸْﻬَﺪُﻭﺍ
ﻣَﻨَﺎﻓِﻊَ ﻟَﻬُﻢْ
“Agar supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [al-Hajj/22: 28]
Alah Subhanahu
wa Ta’ala menyebutkan manfaat-manfaat dengan muthlaq (secara umum tanpa ikatan)
dan mubham (tanpa penjelasan) karena banyaknya dan besarnya menafaat-manfaat
yang segera terjadi dan nanti akan terjadi baik duniawi maupun ukhrawi.
Dan diantara
yang terbesar adalah menyaksikan tauhid-Nya, yakni mereka beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Mereka datang dengan niat mencari
wajah-Nya yang mulia bukan karena riya’ (dilihat orang lain) dan juga bukan
karena sum’ah (dibicarakan orang lain). Bahkan mereka betauhid dan ikhlas
kepada-Nya, serta mengikrarkan (tauhid) di antara hamba-hamba-Nya, dan saling
menasehati di antara orang-orang yang datang (berhaji dan sebagainya,-pent)
tentangnya (tauhid).
Mereka
thawaf mengelilingi Ka’bah, mengagungkan-Nya, menjalankan shalat di rumah-Nya,
memohon karunia-Nya, berdo’a supaya ibadah haji mereka diterima, dosa-dosa
mereka diampuni, dikembalikan dengan selamat ke nergara masing-masing dan
diberi anugerah kembali lagi untuk berdo’a dan merendah diri kepda-Nya. 12
Mereka
mengucapkan talbiyah dengan keras sehingga di dengar oleh orang yang dekat
ataupun yang jauh, dan yang lain bisa mempelajarinya agar mengetahui maknanya,
merasakannya, mewujudkan di dalam hati, lisan dan amalan mereka. Dan bahwa
maknanya adalah : Mengikhlaskan ibadah semata-mata untuk Allah dan beriman
bahwa Dia adalah ‘ilah mereka yang haq, Pencipta mereka, Pemberi rizki mereka,
Yang diibadahi sewaktu haji dan lainnya.
5. Saling
Mengenal Dan Saling Menasehati
Dan diantara hikmah haji adalah bahwa kaum muslimin bisa
saling mengenal dan saling berwasiat dan menasehati dengan al-haq. Mereka
datang dari segala penjuru, dari barat, timur, selatan dan utara Makkah,
berkumpul di rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tua, di Arafah, di
Muzdalifah, di Mina dan di Makkah. Mereka saling mengenal, saling menasehati,
sebagian mengajari yang lain, membimbing, menolong, membantu untuk
maslahat-maslahat dunia akhirat, maslahat taklim tata cara haji, shalat, zakat,
maslahat bimbingan, pengarahan dan dakwah ke jalan Allah.
Mereka bisa
mendengar dari para ulama, apa yang bermanfaat bagi mereka yang di sana
terdapat petunjuk dan bimbingan menuju jalan yang lurus, jalan kebahagiaan
menuju tauhidullah dan ikhlas kepada-Nya, menuju ketaatan yang diwajibkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengetahui kemaksiatan untuk dijauhi, dan supaya
mereka mengetahui batas-batas Allah dan mereka bisa saling menolong di dalam
kebaikan dan taqwa.
6.
Mempelajari Agama Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dan diantara manfaat haji yang besar adalah bahwa mereka bisa
mempelajari agama Allah dilingkungan rumah Allah yang tua, dan di lingkungann
masjid Nabawi dari para ulama dan pembimbing serta memberi peringatan tentang
apa yang mereka tidak ketahui mengenai hukum-hukum agama, haji, umrah dan
lainnya. Sehingga mereka bisa menunaikan kewajiban mereka dengan ilmu.
Dari Makkah
inilah tertib ilmu itu, yaitu ilmu tauhid dan agama. Kemudian (berkembang) dari
Madinah, dari seluruh jazirah ini dan dari seluruh negeri-negeri Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang ada ilmu dan ahli ilmu. Namun semua asalnya adalah
dari sini, dari lingkungan rumah Allah yang tua.
Maka wajib
bagi para ulama dan da’i, dimana saja mereka berada, terlebih lagi di
lingkungan rumah Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, untuk mengajari manusia,
orang-orang yang menunaikan haji dan umrah, orang-orang asli dan pendatang
serta para penziarah, tentang agama dan manasik haji mereka. 13
Seorang
muslim diperintahkan untuk belajar, bagaimanapun (keadaannya) ia, dimana saja
dan kapan saja ; tetapi di lingkungan rumah Allah yang tua, urusan ini (belajar
agama) lebih penting dan mendesak.
Dan di
antara tanda-tanda kebaikan dan kebahagian seseorang adalah belajar tentang
agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘alaihi bersabda :
ﻣَﻦْ ﻳُﺮِﺩِ ﺍﻟﻠﻪُ
ﺑِﻪِ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻳُﻔَﻘِّﻬْﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦِ
“Barangsiapa
yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala memperoleh kebaikan, niscaya
Dia menjadikan faqih terhadap agama” [HR Bukhari, Kitab Al-Ilmi 3 bab : 14]
Di sini, di
negeri Allah, di negerimu dan di negeri mana saja, jika engkau dapati seorang
alim ahli syari’at Allah, maka pergunakanlah kesempatan. Janganlah engkau
takabur dan malas. Karena ilmu itu tidak bisa diraih oleh orang-orang yang takabur,
pemalas, lemah serta pemalu. Ilmu itu membutuhkan kesigapan dan kemauan yang
tinggi. Mundur dari menuntut ilmu, itu bukanlah sifat malu, tetapi suatu
kelemahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟَﺎ
ﻳَﺴْﺘَﺤْﻴِﻲ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻖِّ
“Dan Allah
tidak malu dari kebenaran” [al-Ahzab/ : 53]
Karenanya
seorang mukmin dan mukminah yang berpandangan luas, tidak akan malu dalam bab
ini ; bahkan ia maju, bertanya, menyelidiki dan menampakkan kemusykilan yang ia
miliki, sehingga hilanglah kemusykilan tersebut.
7.
Menyebarkan Ilmu
Di antara manfaat haji adalah menyebarkan ilmu kepada
saudara-saudaranya yang melaksanakan ibadah haji dan teman-temannya
seperjalanan, yang di mobil, di pesawat terbang, di tenda, di Mekkah dan di
segala tempat. Ini adalah kesempatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala
anugerahkan. Engkau bisa menyebarkan ilmu-mu dan menjelaskan apa yang engkau
miliki, akan tetapi haruslah dengan apa yang engkau ketahui berdasarkan
Al-Kitab dan As-Sunnah dan istimbath ahli ilmu dari keduanya. Bukan dari
kebodohan dan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
8.
Memperbanyak Ketaatan
Di antara manfaat haji adalah memperbanyak shalat dan thawaf,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ﺛُﻢَّ ﻟْﻴَﻘْﻀُﻮﺍ
ﺗَﻔَﺜَﻬُﻢْ ﻭَﻟْﻴُﻮﻓُﻮﺍ ﻧُﺬُﻭﺭَﻫُﻢْ ﻭَﻟْﻴَﻄَّﻮَّﻓُﻮﺍ ﺑِﺎﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟْﻌَﺘِﻴﻖِ 14
“Kemudian
hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka ; hendaklah
mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka dan hendaklah mereka berthawaf
sekeliling rumah yang tua itu (Ka’bah)” [Al-Hajj/22 : 29]
Maka
disyariatkan bagi orang yang menjalankan haji dan umrah untuk memperbanyak
thawaf semampunya dan memperbanyak shalat di tanah haram. Oleh karena itu
perbanyaklah shalat, qira’atul qur’an, tasbih, tahlil, dzikir. Juga
perbanyaklah amar ma’ruf nahi mungkar dan da’wah kepada jalan Allah Subhanahu
wa Ta’ala di mana banyak orang berkumpul dari Afrika, Eropa, Amerika, Asia dan
lainnya. Maka wajib bagi mereka untuk mempergunakan kesempatan ini
sebaik-baiknya.
9. Menunaikan
Nadzar
Walaupun nadzar itu sebaiknya tidak dilakukan, akan tetapi
seandainya seseorang telah bernadzar untuk melakukan ketaatan, maka wajib
baginya untuk memenuhinya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ﻣَﻦْ ﻧَﺬَﺭَ ﺃَﻥْ
ﻳُﻄِﻴﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﻠْﻴُﻄِﻌْﻪُ
“Barangsiapa
bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah dia mentaati-Nya” [HR Bukhari]
Maka apabila
seseorang bernadzar di tanah haram ini berupa shalat, thawaf ataupun ibadah
lainnya, maka wajib baginya untuk menunaikannya di tanah haram ini.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
ﻭَﻟْﻴُﻮﻓُﻮﺍ ﻧُﺬُﻭﺭَﻫُﻢْ
“Dan
hendaklah mereka menunaikan nadzar” [al-Hajj/22: 29]
10. Menolong
Dan Berbuat Baik Kepada Orang Miskin
Di antara manfaat haji adalah bisa menolong dan berbuat baik
kepada orang miskin baik yang sedang menjalankan haji atau tidak di negeri yang
aman ini.
Seseorang
dapat mengobati orang sakit, menjenguknya, menunjukkan ke rumah sakit dan
menolongnya dengan harta serta obat.
Ini semua
termasuk manfaat-manfaat haji.
ﻟِﻴَﺸْﻬَﺪُﻭﺍ
ﻣَﻨَﺎﻓِﻊَ ﻟَﻬُﻢْ
“….agar
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [al-Hajj/22: 28] 15
11.
Memperbanyak Dzikir Kepada Allah
Di negeri yang aman ini hendaklah memperbanyak dzikir kepada
Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk dan bebaring, dengan tasbih (ucapan
Subhanallah), hamdalah (ucapan Alhamdulillah), tahlil (ucapan Laa ilaaha
ilallah), takbir (ucapan Allahu Akbar) dan hauqallah (ucapan Laa haula wa laa
quwata illa billah).
Dari Abu
Musa Al-As’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻱ
ﻳَﺬْﻛُﺮُ ﺭَﺑَّﻪُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﻟَﺎ ﻳَﺬْﻛُﺮُ ﺭَﺑَّﻪُ ﻣَﺜَﻞُ ﺍﻟْﺤَﻲِّ ﻭَﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ
“Perumpamaan
orang yang mengingat Rabb-nya dan yang tidak mengingat-Nya adalah sebagai orang
hidup dan yang mati”. [HR Bukhari, Bahjatun Nadzirin no. 1434]
12. Berdo’a
Kepada-Nya
Di antara manfaat haji, hendaknya bersungguh-sungguh
merendahkan diri dan terus menerus berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
agar Dia menerima amal, membereskan hati dan perbuatan ; agar Dia menolong
untuk mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya ;
agar Dia menolong untuk menunaikan kewajiban dengan sifat yang Dia ridhai serta
agar Dia menolong untuk berbuat baik kepada hamba-hamba-Nya.
13.
Menunaikan Manasik Dengan Sebaik-Baiknya
Di antara manfaat haji, hendaknya melaksanakannya dengan
sesempurna mungkin, dengan sebaik-baiknya dan seikhlas mungkin baik sewaktu
melakukan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, berada di Muzdalifah, melempar jumrah,
maupun sewaktu shalat, qira’atul qur’an, berdzikir, berdo’a dan lainnya. Juga
hendaknya mengupayakannya dengan kosentrasi dan ikhlas.
14.
Menyembelih Kurban
Di antara manfaat haji adalah menyembelih (binatang) kurban,
baik yang wajib tatkala berihram tammatu dan qiran, maupun tidak wajib yaitu
untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sewaktu haji
wada’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkurban 100 ekor
binatang. Para sahabat juga menyembelih kurban. Kurban itu adalah suatu ibadah,
karena daging kurban dibagikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan
di hari-hari Mina dan lainnya.
Demikianlah
sebagian hikmah dari ibadah haji (rukun Islam yang ke lima) mudah-mudahan kita
bisa mengambil manfaatnya, dan senantiasa diberi petunjuk dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala serta diberi kemudahan untuk menunaikannya. 16
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat di Tarik beberapa kesimpulan:
Haji berarti menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk
menjalakan ibadah yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji
adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya
sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya
haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’
Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat,
rukun, wajib dan sunnat haji. Islam, Syarat haji diantaranya : Baligh, Berakal,
Merdeka, Kekuasaan (mampu}sedangkan Rukun Haji adalah : Ihram yaitu berpakaian
ihram, dan niyat ihram dan haji, Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah;
Thawaf, Sa'i, Tahallul dan Tertib atau berurutan. Yang bertujuan agar hajinya
sah dan di terima Allah SWT.
Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin sangat
tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya : Haji tidak lepas dengan
permasalahan Perbankan, Haji memungkinkan seseorang untuk intiqolul madzhab,
Penundaan masa haidl bagi wanita dan permasalahan miqot.
Referensi
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar